Wangge ubi kayu jenis Manggu di Ende - Seputar Ende Lio
Ende Berita :
Home » » Wangge ubi kayu jenis Manggu di Ende

Wangge ubi kayu jenis Manggu di Ende

Ada yang luar biasa. Bupati Don Wangge harus mengeluarkan uang dari kantungnya sendiri untuk membeli stek ubi kayu jenis Manggu tersebut bukan hanya  seratus atau dua ratus stek, tetapi 5.000 stek.  Dan untuk mendapatkan stek ubi kayu jenis ini juga tidak mudah. Singkong ini dikembangkan oleh salah satu pesantren di Sukabumi dan tidak boleh keluar ketempat yang lain. Namun karena ada hubungan baik dengan salah satu deputi di KDP, dari kebun adiknya ini maka bisa dibeli dan dibawa ke daerah kita ini untuk dikembangkan.
Hal ini disampaikan Bupati Don Wangge kepada wartawan dari sejumlah media masa dan elektronik di ruang kerjanya pada saat  juma pers berkaitan dengan kehadiran Wakil Presiden (Wapres) Boediono dalam rangka Peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni, Peresmian Monumen Bung Karno dan Peresmian Situs Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende pada hari Sabtu tanggal 1 Juni 2013. Pada saat itu, Bupati Don Wangge didampingi Sekretaris Daerah (Sekda) Ende, drg. Dominikus Minggu Mere, M.Kes yang juga menjabat sebagai Ketua Panitia dalam acara tersebut.
Bupati Don Wangge menjelaskan, dalam satu pohon jenis ubi yang satu ini dapat produksi paling rendah 20 kg. Itu belum diberi pupuk dan kalau diberi pupuk dengan baik  maka dalam satu pohon produksinya bisa sampai 80 kg dan bahkan lebih dari itu.  Kita ambil ditengah saja, Kalau kita tanam misalnya  300 pohonm setiap pohon bisa produksi 40 kg  maka hasilnya dari yang kita tanam itu sebanyak 12 ton. Dengan hasil yang kita tanam tersebut, untuk makan dalam satu tahun lebih dari cukup, maka menjadi pertanyaannya mau dijual kemana.
Menurut Bupati Don Wangge, tidak perlu dijual kemana-kemana. Kita rubah, ubi kayu jenis tersebut kita jadikan sebagai pakan ternak seperti babi dan kambing misalnya  sehingga nilainya lebih tinggi. Jadi, yang kita jual bukan singkongnya, tetapi ternaknya yang kita jual yang pakannya berlimpah yang sudah kita siapkan. Apalagi, meskipun di kota, masing-masing kita ini memelihara babi, tetapi babi tidak bisa dijual dalam usia dua atau tiga bulan karena masih kecil karena kita kekurangan pakan. Tapi kalau pakannya tersedia, tidak menjadi masalah kapan saja bisa dijual.
Sebagai contoh, kata Bupati Don Wangge,  ada warga Korea yang datang bertemu dengan saya  mau kembangkan ternak babi di Kabupaten Ende. Dengan bangganya saya mengatakan kepada orang Korea itu, bahwa di Biara Bruder Konradus (BBK) Ende babinya besar semua. Tetapi betapa malunya saya, ketika sampai di BBK, orang Korea tersebut mengatakan bahwa itu baru anaknya babi. Karena menurut dia (orang Korea itu,red) kalau mau jual babi minimal beratnya harus 500 kg /ekor. Mengapa beratnya tidak sampai 500 kg, karena memang makannya kurang dan beratnya ringan karena yang diberi lebih banyak air dari pada pakannya.
Karena itu, jika persediaan pakannya cukup cara memberi makan babi adalah yang pertama  diberi makanan kosong, tidak boleh bersama air. Sampai babi itu kelihatan kenyang baru diberi air sedikit. Setelah itu diberi makan lagi dan setelah babi itu kenyang belul baru diberi air yang banyak. Karena babi itu kenyang maka babi itu tidur. Babi itu tidak nyaman atau bergerak terus karena kurang makan dank arena babi itu bergerak terus maka berat badannya juga berkurang. Maka ubi kayu jenis Manggu ini yang kita kembangkan di Kabupaten Ende untuk memenuhi pakan ternak tersebut.
Khusus untuk masyarakat di Pulau Ende, tambah Bupati Don Wangge jika kita kembangkan disana malahan sangat baik. Karena ubi jenis ini, tidak hanya untuk pakan ternak, tetapi juga untuk makanan manusia. Apalagi, menurut pengakuan orang Pulau Ende sendiri bahwa kalau belum makan ubi, itu belum makan, maka sangatlah cocok untuk dikembangkan disana. Karena itu saya bermimpi, pada satu saat orang Pulau Ende bebas dari rawan pangan. Sebagai contoh disebutkan, kalau 1 keluarga tanam dengan baik 100 pohon saja, maka dalam satu tahun dapat menghasilkan 2 ton. Itu kalau 1 pohon produksinya 20 kg, tetapi kalau lebih dari itu, persediaan untuk makan sudah sangat cukup dan itu baru dari ubi kayu tadi.
Bupati Don Wangge lebih jauh menjelaskan, setelah tahu bahwa saya mendatangkan stek ubi kayu jenis Manggu ini, ada banyak yang mengomentari dan komentarnya macam-macam. Dan  ada yang mempertanyakan mengapa buka ubi kayu Nuabosi yang dikembang, tetapi ubi kayu dari luar yang dikembangkan di Kabupaten Ende?.
Mengapa bukan ubi kayu Nuabosi, Bupati Don Wangge menjawab yang pertama ubi kayu Nuabosi sangat spesifik. Kedua, stek ubi kayu Nuabosi tidak bisa ditanam ditempat lain dalam arti kalau ditanam ditempat lain jadi misalnya, nilai rasa kalau dimakan tidak sama denganyang ditanam di Nuabosi itu sendiri. Dan yang ketiga, lahan di Nuabosi itu sendiri sudah sangat sempit dan ini menjadi kekuatiran saya.
Karena itu, apakah salah kalau kita kembangkan ubi kayu jenis Manggu tadi untuk kepentingan masyarakat di daerah ini. Dan bukan hanya omong saja, tegas Bupati Don Wangge. Dengan 5000 stek yang dibeli dari Sukabumi tersebut sudah dibagikan kesemua Balai Penyuluh Pertanian (BPP) yang ada di Kabupaten Ende. Mereka ditugaskan untuk mengembangkan jenis ubi tersebut dengan catatan bila ada yang berhasil produksi lebih dari 20 kg /pohon, maka kepada mereka akan diberi hadiah. Dan hadiah tersebut bukan dari siapa-siapa, tetapi dari saya sendiri.  Bahkan ada yang secara diam-diam mengambil sejumlah stek untuk dibawa ke Manggarai untuk dikembangkan disana.♦ rik
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Eja Website | Kera Template | Eda Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Seputar Ende Lio - Elpas Group
Template Design by Eja Published by Kera Template